KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

KELUARGA BESAR PENCINTA ALAM MAHASISWA (PALAWA) SWA GRIPPA

SWA GRIPPA adalah organisasi pencinta alam yang mempunyai jiwa kemandirian dan peduli terhadap sosial kemasyarakatan serta lingkungan.

Grippa

Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 November 2024

DEFINISI PENCINTA ALAM (Yat Lessie JB)

 

PERLUKAH MULAI DIBAHAS DALAM GLADIAN NASIONAL 2024 ?

Alhamdulillah …

Sejak tahun 1974, 50 tahun sudah kode etik pecinta alam berhasil mengawal kita semua, dalam setiap langkah pemikiran dan kegiatan, yang selama ini kita lakukan. Sayangnya definisi , beserta arti dan makna pecinta alam itu sendiri, belum pernah diangkat ke tingkat nasional. Kecuali di beberapa organisasi, atau forum regional tertentu.

Padahal sudah semestinya hal ini menjadi pemikiran kita bersama, demi keberlanjutan ke pecinta alaman itu sendiri, di semua tingkatannya, baik umum, siswa dan mahasiswa, secara nasional.

Kebetulan pada tahun 2024 ini, Gladnas PA akan kembali dilaksanakan di Makassar. Maka patut difikirkan, apakah kajian tentang definisi pecinta alam yang kita sepakati bersama, bisa dilakukan ?.

Seperti halnya juga kode etik pecinta alam, tepat 50 tahun yang lalu.

Dibawah ini, kami lampirkan sebuah rujukan artikel referensial, berupa hasil kesepakatan rapat pleno

kongres 2 – th 2002, FK KBPA Bandung Raya di Gn Manglayang, yang mudah2 an dapat dijadikan sebagai masukan awal, guna bahan pertimbangan sbb :


SWA GRIPPA Adalah Organisasi Pencinta Alam Yg. Mempunyai Jiwa Kemandirian Dan Peduli Terhadap Sosial Kemasyarakatan Juga Lingkungan

#repost

Setelah ….

berdiskusi ketat selama 3 hari 3 malam, di komisi D, dari pagi sampai subuh hari. Lalu definisi Pecinta Alam itu keluar sudah. Sebuah tonggak baru, yang sekaligus mengisi celah antara kode etik dan kelompok PA. Sebelumnya hal ini bermasalah, karena kode etiknya sudah ada, namun pelakunya tak jelas.

Mirip kode etik kedokteran, tapi dokternya siapa tidak tahu. Harus jelas dulu siapa itu dokter, yang pasti bukan therapist, bukan dukun, bukan orang-pinter, bukan masseur, dll. Setelah jelas siapa dan bagaimana itu dokter, baru disusun kode etik nya.

Jikapun ada definisi, pasti bikinan orang lain, seperti lembaga / instansi / badan negara. Menurut dephut Pecinta alam adalah …., menurut dikbud , menurut anu ..anu dan anu. Kita habis didefinisikan orang lain, yang jangan kata ngerti dan faham, bahkan kenal juga tidak.

Sedangkan menurut kesepakatan kami pd kongres 2, FK KBPA BR ….

Bunyinya : “ Pecinta Alam adalah sekelompok manusia, yang bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, terdidik, terlatih, serta bertanggung-jawab, dan bertujuan untuk menjaga dan memelihara Alam “.

Penjabaran sederhana, serta konsekwensi logisnya sbb :

1. SEKELOMPOK MANUSIA .

Dalam pengertian sebuah organisasi, dan bukan individu, melainkan kumpulan dari individu, yang disatukan oleh idealiasasi dan pemahaman yang sama. Kelompok ini mewakili sebuah tatanan nilai ( value ), atau sebuah kultur. Seperti orang sunda, orang jawa, orang batak, dll. Dimana konteks “orang” itu mencerminkan tatanan nilai kultural yang ada, dan bukan sekedar berkumpul.

Adapun dengan bentuk adanya organisasi, maka kontrol / pengendalian terhadap setiap individu anggota dapat diterapkan. Diantaranya kesepakatan adanya kode etik yang harus sama sama dijaga, mulai ditingkat organisasi atau komunitas secara keseluruhan, yaitu kode etik Pecinta Alam hasil rumusan pada Gladian IV -1974 di Makassar.

Konsekwensi : kegiatan dan eksistensi yang bersifat individual, tak bisa masuk.

2. YANG BERTAKWA PADA TUHAN YANG MAHA ESA.

Dalam hal ini konsep takwa, bukan sebatas “menjauhi apa yang dilarang Nya, dan melakukan apa yang disuruh Nya”, karena hal itu merupakan outputnya. Buya Hamka dalam tafsir Al Azhar, masuk pada tatanan yang lebih dalam lagi. Takwa adalah sebuah kondisi ketika manusia selalu memelihara hubungannya dengan Tuhan.

Dalam setiap konteks “memelihara” maka konsekwensi logisnya adalah adanya usaha untuk menguasai keilmuan, semata demi hubungan vertikalnya.

Memelihara ayam butuh ilmu ayam, memelihara balita butuh ilmu ttg anak. Bahkan memelihara perdamaian, kadang butuh ilmu perang dan senjata, sehingga tercipta détente, atau orang enggan menyerang lebih dahulu karena takut pada serangan balik. Contoh détente nuklir.

Konsekwensi : mereka yang enggan belajar keilmuan yang relevan, tidak masuk pada kriteria ini.

3. TERDIDIK

Merupakan konsekwensi logis dari konsep Takwa diatas, yaitu mempelajari keilmuan. Dilaksanakan melalui sebuah sistem pendidikan dasar dan lanjutan yang bersifat sistemik. Meliputi aspek hardskills dan softskills, sehingga Pecinta alam senantiasa berbentuk Learning organization. Sejalan dengan manusia selaku mahluk kognitif intelektual.

Pelaksanaan dimulai dengan metoda LOTS ( lower order thinking skills ), yang meliputi proses remembering, understanding dan aplicating. Umumnya dalam bentuk kelas2 pra diklat, serta gunung hutan.

Diteruskan dengan metoda HOTS ( high order thinking skills ), yaitu proses lanjutannya berupa analyzing, evaluating dan creating implementing. Dalam bentuk pengayaan dan pematangan ke ilmuan dan pengetahuan lainnya. Diteruskan dengan pengembaraan, serta penyusunan laporannya.

Konsekwensi : Mereka yang tidak mengikuti sistem pendidikan dan latihan berjenjang, tidak masuk pada kriteri ini.

4. TERLATIH

Menyadari sepenuhnya, bahwa keilmuan yang didapat akan menjadi bagian dari kualifikasi dan kompetensi diri. Yaitu dalam bentuk keahlian yang didapat dengan cara pengulangan ( repetisi ) sehingga menjadi terlatih, dan kelak akan ditampakan dalam bentuk pola kebiasaan ( habits ). Termasuk elemen2 knowledge, attitude, skills, pengenalan alat / tools, dan siap berlatih dalam team work. Sedagkan semua aktifitas tadi akan ikut menentukan keberlangsungan sebuah organisasi ( sustainabilitas ).

Konsekwensi : Mereka yang bersikap skeptis dan stagnan dalam usaha pengembangan diri secara konsisten, akan teralienasi dengan sendirinya.

5. BERTANGGUNG-JAWAB.

Tuhan tidak menciptakan kesia-siaan di alam semesta ini. Setiap eksisten / maujud, pasti mempunyai fungsi dan peran fitrah yang sudah ditetapkan pada dirinya. Seperti dalam konsep manajemen, yaitu adanya wewenang dan pendelegasian. Kemudian imbal baliknya / feed-back berupa laporan pertanggung-jawaban secara komprehensif, kepada pemegang otoritas, kepada publik, dan tentu pada sang Khalik.

Konsekwensi : mereka yang enggan diberi tanggung jawab, tidak masuk pada kriteria ini.

6. BERTUJUAN.

Seperti halnya bertangung jawab, apapun sebuah bentukan / eksisten mestilah punya fungsi dan peran, demi sebuah tujuan dan pencapaian tertentu di alam ini. Tujuan organisasi pecinta alam bisa dilihat dari visi dan misinya, yaitu demi manfaat bagi nusa dan bangsa sebagai substansi. Sedangkan ke pecinta alaman itu sendiri adalah alat guna pencapaian tujuan.

Konsekwensi : Jika hanya untuk tujuan pamer, atraksi dan selfie, maka kriteria ini sudah dilanggar.

7. UNTUK MENJAGA DAN MEMELIHARA.

Menjaga tak ubahnya dengan meronda untuk menjaga rumah2 di kampung. Dilakukan disekeliling atau “diluar” rumah, umumnya oleh kaum lelaki. Intinya adalah menggunakan pendekatan kelelakian (machoisme) dengan metoda yang logis, rasional, reduksionis, parsiaslis dan analitatif.

Memelihara, layaknya ibu2 yang memelihara “didalam” rumah. Dengan melalui pendekatan keperempuanan (feminisme), dengan metoda yang mengedepankan aspek rasa, intuisi, integratif, sintesis dan ekologis.

Konsekwensi : mereka yang mengedepankan metoda “semau gue” , keluar dari kriteria ini.

8. ALAM.

Alam atau kosmos, diwilayah atom, molekul , sel , dll, bernama mikro kosmos. Sebaliknya tata surya, galaksi, cluster galaksi, ruang angkasa, dll. disebut makro kosmos. Manusia berada pada tataran yang ada ditengah nya, yaitu pada tataran “the complex cosmos”. Artinya jika ada usaha yang memisahkan antara manusia dan alam, jelas keliru. Manusia adalah sub-domain dari domain semesta alam secara keseluruhan, yang sama sekali tak dapat dipisahkan !!!.

Mencintai alam, harus mempunyai modal dan model. Tanpa pemodelan yang jelas, maka mecintai alam akan kehilangan arah tujuan. Pemodelan yang jelas itu adalah saat manusia mencintai dirinya terlebih dahulu. Cinta diri, akan menjadi modal dan model, untuk mencintai sesama, mencintai alam, bahkan mencintai Sang Pencipta.

Konsekwensi : mereka yang gemar untuk menganiaya diri, berlaku nekad dan sembrono, bertindak fatalis, yang bisa menyebabkan dirinya teraniaya dan celaka. Pergi dan beraktifitas sembarangan tanpa mengindahkan faktor keselamatan / safety prosedur dan enggan untuk menambah keilmuan, jelas tak masuk kedalam kriteria ini.

Saat satu saja kriteria ini dilanggar, maka konsep Pecinta Alam lepas dari dirinya.

Lalu seseorang disudut sana berseloroh ….

Waaah atuh kang, kalau begitu sempurna mah rasanya tak bakalan ada yang berani meng”klaim” bahwa dirinya Pecinta Alam, sesosok mahluk yang sempurna dan suci….

Kalau logika itu yang dipakai ….

Maka tak ada seorangpun yang berani mengklaim agama yang dianutnya. Shalat saya masih acak kadut, puasa saya masih belang betong, zakat saya masih kalau sempet, naik haji apalagi belum punya duitnya ….

Tapi saya berani mencantumkan di KTP, agama saya Islam, atau ada yang kristen, budha , hindu, dll. Bukan karena telah sempurna dalam beragama. Namun karena sebuah pemahaman, bahwa yang dinilai bukan pada hasil akhir (result) namun proses yang dijalaninya, dengan segenap tenaga dan kesungguhan yang dimilkinya.

Agama saja berani di klaim,
Apalagi pecinta alam, yang hanya alat untuk mencapai tujuan
Yaitu, menjadi orang yang bermanfaat bagi diri dan sekelilingnya
Seraya menjadi bagian dari solusi dan problem solver
Ketimbang sekedar menjadi trouble maker.
Definisi Pecinta Alam ….
Butuh waktu setengah menit untuk membacanya
Butuh 3 jam untuk menerangkannya
Namun percayalah,
Butuh seumur hidup ……
Untuk memahami makna keseluruhannya.


Yat Lessie.



Senin, 18 November 2024

BECAUSE IT’S THERE …..(Yat Lessie_JB)

SWA GRIPPA Adalah Organisasi Pencinta Alam Yg. Mempunyai Jiwa Kemandirian Dan Peduli Terhadap Sosial Kemasyarakatan Juga Lingkungan

BECAUSE IT’S THERE …..

Begitulah ….. 
Pernyataan George Mallory saat ditanya oleh para wartawan Amerika saat kunjungannya ke New York di tahun 1923, mengapa dia mendaki Everest. …. 
Because it’s there, karena dia disana !. 
Jawaban yang bisa membuat kening kebanyakan orang berkerut. Bagaimana memaknai ke 3 kata sederhana diatas. Tentang pemilihan atas kata-kata budian, lalu menyusunnya dalam kalimat logis yang dapat dipahami …. karena dia disana .

Apa yang ada disana ?

Yaaa, Everest alias the third pole, kutub ketiga yang ada di bumi ini, selain Utara dan Selatan, begitu mungkin jawaban Mallory di tahun 1923. Setelah 2 tahun sebelumnya, di th 1921, dia gagal mendaki Everest. Teamnya 8 orang, tersapu longsoran salju dan menewaskan 7 orang diantaranya. Membuat Mallory dengan terpaksa harus pulang sendiri ke Ingris dalam keadaan trauma dan hati yang patah…..

Namun setelah 3 tahun masa pemulihan, Mallory kembali bengkit. Panggilan “because it’s there” tak mampu dibendungnya, bahkan oleh istri tercintanya Ruth, yang tetap setia dan memahami gejolak jiwa suaminya. Di akhir Februari 1924, dia dan Irvine memulai perjalanan "balas dendam" itu. Naik perahu dari Inggris, diteruskan dengan perjalanan darat. Seluruh perlengkapan dibawa dengan memakai 300 ekor kuda, untuk sampai ke base camp pertama kaki Himalaya.

Setelah melampaui perjalanan panjang, baik dalam jarak dan waktu. Di awal juni 1924, atau lebih dari 100 hari masa perjalanan pendakian. Setelah mengalami berbagai ujian, dari mulai badai salju, frost bite, kematian anggota team pendukung, dll , akhirnya dia dan Irvine sudah berdiri di daerah Dead Zone, hanya tinggal 200 meter menuju puncak dunia. Dimana belum ada seorangpun manusia di muka bumi ini pernah menginjakan kakinya di puncak itu.

Semua karena kata-kata itu …. Because it’s there. Bukan sekedar Everest puncak dunia yang memacu Mallory dan Irvine. Bukan sekedar tantangan untuk menjadi orang yang pertama untuk berdiri disana. Bukan sekedar nama harum, bukan sekedar tepuk tangan, kebanggaan  dan penghargaan. Ada sesuatu yang tak terkatakan, melebihi kemampuan nalar untuk me-logika-kannya.

Tanya pada setiap pendaki gunung dan pecinta alam , apa motif utama dari seluruh perjuangan, seluruh keringat, seluruh kesakitan itu. Bahkan pada saat saat kritis, ketika tangan tergantung di bibir jurang ….. apa yang membuatku untuk melakukan ini semua ?. Pasti ada sekian banyak jawaban, mulai dari sekedar kesenangan, kebanggaan, tepuk tangan, pengakuan dll. Namun semua akan berujung pada jawaban legendaris …. Because it’s there. Yang hanya mampu dipahami oleh orang orang yang mengalaminya.

Saat ada kabar pesawat jatuh, atau orang hilang di belantara hutan. Tak ada kalimat tanya, mengapa harus ditolong, bukan saudara, bukan teman, bahkan kenalpun tidak. Jawaban akhirnya selalu … because they’re there. Ada semacam magnit yang menarik diri kita untuk pergi dan beranjak mendekat dan mengulurkan bantuan. Kadang melebihi batas2 logika, saat keselamatan diri ikut dipertaruhkan.

Lalu kita paham setelah peristiwa ini berlalu. Alam atas sadar kita seolah memerintahkan, bahwa semua ini berpasangan adanya. Itulah yang memerintahkan kita untuk bersiaga, yang mengomando kaki untuk memulai langkah Yang memerintah pundak untuk siap menggendong puluhan kilo beban. Yang memerintah mental untuk siap di tarik ke titik titik limit daya tahan, yang menyuruh emosi agar tenang.  Ada tarikan magnet, saat engkau disana dan aku disini, aku kan pergi kesana, karena kita adalah pasangan ….

Jadi teringat, saat pertama berkenalan dengan istri .

Berdiri tepat didepan pintu rumahnya, seraya mengasongkan tangan mengajak salaman, mengajak berkenalan. Entah keberanian apa yang membuatku “nekad”, menyambangi seseorang yang kenal pun tidak, apalagi tak ada obrolan dan bincang pedekate sebelumnya. Belum pernah seumur hidupku, berkenalan dengan perempuan tepat didepan pintu rumahnya. Tapi kini sadar, bahwa semua karena tarikan … because she is there !. Bahwa kami kelak ditakdirkan untuk menjadi pasangan suami  istri. 

Yaitu saat aku disini dan engkau disana, lalu kami dipertemukan dalam sebuah ruang dan momen waktu … because we should be there ….. Karena takdir, mengharuskan kami ada disana !

Because its there, layaknya sebuah jemputan sang takdir. Seperti sebuah terminal yang harus dilampaui , suka atau tidak …..

Seperti Mallory dan Irvine , di medio Juni 1924 itu, dinyatakan hilang pada usaha terakhirnya untuk menuju puncak Himalaya. Jarak 200 meter terakhir itu, kabut menutup kamera pengawas. Sampai keesokan harinya kedua tak pernah kunjung kembali ke base-camp. Lalu secara resmi dinyatakan gugur selaku pejuang tangguh, pembawa kejayaan bagi negaranya Inggris Raya. Seluruh lonceng gereja di Inggris berdentang duka.

Bagi Mallory dan Irvine ….. because it’s there adalah sebuah tarikan untuk menuju terminal akhir , yaitu kematian jua. Bagi sebagian dari kita, saat ini mungkin hanya berupa terminal terminal antara. Tapi yakinlah, terminal akhir akan datang jua, menjemput kita semua …. Sebuah momen, dimana bahkan hidup dan mati menjadi tak lagi penting. Karena disana yang tinggal hanya sebatas kalimat tanya. Apakah kehidupan, bahkan kematian sekalipun, akan dijalani dengan berkualitas, ataukah tidak ….. ?

Bagi kita semua, para pendaki gunung gunung kehidupan 
Ketika kedua kaki sudah tertanam di puncak
Maka patutlah direnungkan ….Inikah puncak …. ? 
yang telah menyempurnakan hari ini ?
Membuat diri takjub dalam sepi
Apakah kita sudah menaklukan musuh ?
Ataukah ego diri sendiri … ?
Karena jika jawabannya adalah … Because it’s there
Maka silahkan fikir dan karang ….
Apa pertanyaannya …. ?

Yat Lessie

Selasa, 28 Mei 2024

GLADIAN NASIONAL 2024 (Yat Lessie JB)

SWA GRIPPA Adalah Organisasi Pencinta Alam Yg. Mempunyai Jiwa Kemandirian Dan Peduli Terhadap Sosial Kemasyarakatan Juga Lingkungan


 DAN HARAPAN BERSAMA PECINTA ALAM INDONESIA

#Basics_reminder_tujuan_utama_gladian_masakini

Gladian ...

Mengambil dari bahasa sanskrit “gladi” yang artinya berlatih, yang umumnya pula dilakukan secara bersama-sama. Mengambil dari konsep itu, maka sejak Gladian pertama di awal 70 an dilakukan, maka formatnya adalah untuk berlatih teknis. Dengan pengecualian, yaitu pada Gladian ke IV di Makassar, yang berhasil menelorkan sejarah tinta emas, yaitu lahirnya “Kode Etik Pecinta Alam” yang selama 50 tahun kita pegang teguh sampai saat ini. Sebagai produk yang bersifat taktis-strategis.

Adalah wajar jika di awal, gladian bersifat bermuatan teknis. Karena pada generasi-generasi awal lahirnya organisasi Pecinta Alam di Indonesia, kemampuan teknis masih belum merata dengan baik. Entah karena kurangnya sarana, keragaman buku panduan, ketiadaan instruktur yang mumpuni, lokasi dan medan latihan yang kurang memadai, mengakibatkan kemampuan qua-teknis organisasi dan anggotanya, menjadi tak seragam.

Mereka yang dekat dengan semua fasilitas itu, dengan lebih mudah mendapatkan aksesibilitas pada sarana-sarana yang dibutuhkan. Dihubungkan dengan tingkat ketersediaan, umumnya hanya berpusat di kota-kota besar saja. Seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogya, Malang, dll. Namun daerah yang lebih kepelosok, seperti kota-kota di kabupaten contohnya, sarana ini semakin sulit didapatkan.

Ambil contoh bagi organisasi yang ada di Bandung dan cimahi khususnya. Perlu pelatih mountaineering tinggal minta bantuan ke pusdik kopassus di batujajar. Perlu bantuan ilmu survival, tinggal minta ke Paskhas di lanud sulaeman. Perlu ilmu medan peta kompas, minta bantuan ke komandan brimob di barukai. Perlu truk, cukup bikin surat ke pusdik bek-ang. Perlu radio, mohon bantuan pinjaman alat ke pusdik hub. Demikian pula untuk instruktur dan sarana lainnya. Disini ada geolog, biolog, medis, dll., dan aksesnya juga tak begitu sulit.

Di jaman itu, turun tebing ( reppeling ) masih jaman pake tali dadung segede angkot. Plus karabiner besi solid segede dombreng. Namun yang sesederhana itupun menurut ukuran sekarang, tapi bukan perkara mudah untuk mencarinya pada jaman itu. Tak banyak pihak yang punya tali dadung ukuran besar sepanjang 50 meter. Karena buat ngangkatnya saja, minimal diperlukan 2 orang, saking beratnya.

Mana ada kompas prisma, yang lumayan akurat. Karena kebanyakan masih pake kompas, yang jarumnya genit banget, karena goyang melulu. Jika dipake untuk resection - intersection bisa nyasar sampai ratusan meter dari sasaran. Kompas yang cocok untuk shalat doang, menunjuk kearah barat ... hehe

Sampai yang sifatnya perlengkapan pribadi, dari sepatu ceko, sampai ponco. Dari parafin sampai ransel gendongan. Dari jaket oranye berbahan terpal, sampai pisau bowie khas untuk rimba. Semua itu sulit didapat. Sehingga bahkan dalam kemampuan teknis perorangan, belumlah merata.

Jadi sangat wajar, jika dalam forum Gladian, atau latihan bersama skala Nasional ini, seluruh materi dan sarana teknis standar lainnya mulai diperkenalkan dan diajarkan. Latihan mountaineering bersama, orienteering bersama, rafting bersama, dll., dengan sebuah tujuan, yaitu pemerataan kemampuan teknis, yang nantinya akan disebarkan ke masing-masing organisasi dalam bentuk materi ajar yang dibutuhkan oleh masing masing organisasi, dengan spesialisasinya.

Kecuali khusus pada Gladian IV 1974 di Makassar. Dimana mulai dilihat, bahwa harus ada yang mampu mengikat semuanya, pada sebuah code of conduct yang di angguki secara kolektif. Lalu lahirlah Kode Etik Pecinta Alam. Sebuah momen bersejarah, karena sejak saat itu, kalangan para pegiat alam terbuka, disatukan oleh suara kata hati yang sama. Sekaligus menjadi momentum, bahwa Gladian yang tadinya berorientasi hanya melulu pada masalah teknis, mulai beranjak memasuki wilayah taktis-strategis.

Pengertiannya adalah, bahwa materi Gladian disesuaikan dengan kebutuhan para anggota pada jamannya. Entah dalam format latihan TEKNIS-OUTDOOR bersama, yaitu untuk memenuhi kebutuhan para peserta yang masih terkendala oleh kondisi dan situasi yang bersifat lokal, serta tidak merata. Juga kajian-kajian ilmiah dalam bentuk temu wicara TAKTIS-INDOOR. Terutama menyangkut topik-topik yang menjadi isu cukup signifikan, dimana fungsi dan pemeranan kelompok PA cukup menonjol.

Jaman berubah ....

Persoalan teknis keilmuan dan keahlian mulai mendapatkan solusinya. Sarana latihan dan kecakapan teknis mudah didapat. Dulu tali dadung saja susah didapat, sekarang tali kernmantle, tali webing, harnes, ascender, stoper, pulley, tenda dome, jaket goretex, sepatu lapangan, dll., mudah didapat. Tak bisa pergi ke kota, cukup pesan melalui on-line. Ilmunya tinggal buka embah google, disana ilmu apapun ada.

Latihan bersama dan latihan gabungan ( latber / latgab ), cukup dilakukan dalam forum-forum lokal. Dengan jumlah organisasi dan personil lebih terbatas, maka tingkat intensitas, kualitas dan produktifitas latihan bisa dinaikan. Karena dalam forum lokal, hal ini jauh lebih efisien dan efektif, seperti faktor jarak dengan medan latihan umpamanya, yang berpengaruh pada alat dan biaya transportasi.

Ambil contoh riel. Kami di bandung dengan FK KBPA Bandung Raya, sudah melaksanakan latgab pertama, yaitu survival Rawalaut bersama Kopassus di tahun 1993. Lalu latgab SAR 1, Latgab SAR 2 di barak Situ Lembang, latber gunung hutan, latber mountaineering, dll., dan yang terakhir latber caving.

Dan tentu saja membuat monumen Lokakarya SAR darat Nasional ke 1 th 2004 yang lalu. Sebuah peristiwa bersejarah di tingkat strategis yang berskala nasional.

Lalu dimana posisi Gladian Pecinta Alam nasional sekarang ?

Jika hanya untuk memenuhi format latihan teknis ( Gladi ), apakah organisasi organisasi Pecinta alam yang sudah berjumlah ribuan itu, masih membutuhkan kua-teknis ?. Yang sesungguhnya sudah bisa di solusi oleh jaringan / network organisasi di tingkat lokal. Atau dalam skala regional , dalam bentuk latihan bersama / gabungan yang diadakan oleh Forum Komunikasi ( FKPA ) setempat. Dimana faktor sarana dan biaya bisa ditekan, dengan hasil yang lebih baik karena bersifat intensif.

Jika untuk memenuhi kebutuhan taktis, yang dituangkan dalam temu wicara, apakah fungsi dan peran organisasi PA pada posisi disana cukup di akui ?. Seberapa sering kita melakukan operasi SAR, penanganan bencana lokal maupun masif, konservasi alam, penjagaan dan pelestarian lingkungan, program desa binaan, dll. Namun pihak media massa, cukup menyebut kelompok pecinta alam ini dengan nama relawan, dengan huruf “r” kecil saja.

Sebuah peran yang tidak signifikan di mata masyarakat. Hanya menjalani peran figuratif dari dinas instansi terkait. Bencana toh sudah ada BPBD dan BNPB. Aktifitas Search and Rescue, toh sudah ada Basarnas. Konservasi alam, toh sudah ada departemen dan dinas terkait. Jadi wajar juga, ketika pihak lain diluar mereka hanya menjadi relawan dengan huruf “r” kecil saja.

Kita sepakat, bahwa pemeranan kita semua harus dilihat dan diakui oleh para pengambil kebijakan. Mudahnya, pada setiap operasi tadi, semua anggota harus memakai seragam pakaian lapangan dengan identitas yang jelas, entah badge maupun syal.

Keberadaan kita menjadi nyata dan jelas-jelas signifikan, kita bukan sekedar relawan dengan huruf “r” kecil. Kita semua adalah SUKARELAWAN, dengan huruf besar semua. Yang menjadi relawan karena kami SUKA, yaitu semata karena keterpanggilan kami dalam menghadapi setiap bencana lingkungan dan masalah-masalah kemanusiaan lainnya.

Seberapa besar signifikansi keberadaan organisasi PA di negeri ini ?

Mari kita analisa, dengan pertanyaan ... adakah organisasi kepemudaan di negeri ini, yang bertahan selama 50 tahun lebih. Dengan trend positip yang terus naik, padahal tanpa dukungan kebijakan yang bersifat strategis berskala nasional ?. Tidak tercantum dalam GBHN, tidak ada dalam UU atau bahkan sekedar perda. Tidak ada anggaran khusus dari sumber tertentu. Namun kelompok ini berkembang terus. Itulah organisasi Pecinta alam.

Hanya ada belasan / puluhan organisasi di tahun 60 an, dan sekarang berjumlah ribuan. Ada 3000 lebih perguruan tinggi, dan rata-rata punya UKM Mapala. Demikian pula ditingkat SLTA, ada ribuan Sispala, demikian pula dengan kelompok PA umum.

Sehingga diperkirakan angka 10.000 organisasi PA di negeri ini, masih dianggap jumlah angka moderat. Jika setiap organisasi minimal 100 orang anggota saja, maka setidaknya selama 50 tahun ini ada sekitar 1 juta orang PA. Jika setiap organisasi melaksanakan 10 kali saja proses regenerasi melalui pendidikan dasarnya. Maka setidaknya proses diklatdas itu, telah 100.000 kali dilakukan.

Mengapa mereka bisa bertahan begitu lama ?

Semua karena diklatdas yang diberikan, menganut metoda ekspidensial learning. Sepenuhnya dengan pendekatan partisi-patorik, atau going into the object it self. Seraya menimba ilmu dari pengalaman realitas secara langsung. Pendidikan softskills untuk memunculkan sikap militansi, tak mudah menyerah, loyal, amanah, apa adanya, tanpa dibuat-buat. Sebuah pendidikan karakter yang berbasis pada penajaman kecerdasan logika, rasa serta intuitif nuraniah. Dengan pendekatan ilmiah, alamiah dan illhiah.

Kita juga tahu persis, kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh sistem pendidikan bagi para generasi muda penerus bangsa. Bukan hanya bentuk pengajaran bagi sebuah keahlian spesialis teknis, namun terlebih lagi pendidikan karakter. Science is power, but character is more. Dengan portofolio organisasi Pecinta Alam yang sudah teruji dan tercatat selama puluhan tahun. Maka wajar jika Pecinta Alam seharusnya mendapatkan pemeranan yang signifikan dan diakui dalam skala nasional, bahkan internasional jika perlu. Seperti juga kepanduan ala Baden Powel.

Kebutuhan masa kini ....

Jika kebutuhan teknis dan taktis sudah terpenuhi, maka kebutuhan yang bersifat kebih strategis menjadi sebuah keniscyaan. Hal ini tidak terlepas dengan semakin maraknya, kejadian yang menimpa organisasi Pecinta Alam di kampus, yang tak jarang berbuntut pada pembekuan organisasi. Sebuah jalan instan, layaknya shortcut, sindroma membakar lumbung ketimbang menangkap sang tikus.

Pemberitaan media massa yang berat sebelah, dengan nara sumber yang tidak pas. Menempatkan HAM yang kurang proporsional, seraya melupakan KAM ( kewajiban Azasi Manusia ) . Ditambah dengan sentimen kaum netizen, para pejabat yang ingin bermain safe, pemegang otoritas yang ogah mengambil resiko. Kebijakan sistem pendidikan dan suasana kampus yang tidak mendukung. Surat pakta integritas yang tidak dianulir aparat penegak hukum, dll. Ujungnya hanya satu, yaitu terjadi penurunan pada proses regenerasi.

Mari kita periksa kondisi faktawi yang terkini.

THREATS

  1. Munculnya kekhawatiran berlebih dikalangan orang tua, saat anaknya ingin masuk organisasi PA, sehingga ijin tidak diberikan. Surat pakta integritas tak ditanda tangani. Akibat pengaruh media massa yang tidak proporsional dalam pemberitaan. Karena buat mereka, bad news is a good news.
  2. Munculnya anggapan bahwa diklatdas seperti proses perpeloncoan di kampus. Sehingga banyak aparat hukum yang tidak mengerti, bahwa selain subjektif danger, ada juga objektif danger. Berupa hukum ketidak pastian yang berlaku di alam terbuka. Hal ini memudah-mudahkan logika hukum yang dibangun dalam persidangan, yaitu adanya kekerasan, penganiayaan, dan kejadian musibah, termasuk kematian.
  3. Masa belajar di perguruan tinggi yang hanya 4 tahun. Ditambah dengan kepmen no 155, tgl 30 juni 1998, yang belum dicabut sampai sekarang. Yaitu mapala hanya anggota yang masih berstatus mahasiswa saja. Akibatnya diklatdas dilaksanakan oleh anggota mapala yang masih kekurangan jam terbang. Sedang kakak senior mereka selaku alumni tidak boleh masuk membantu, karena adanya kepmen diatas. Subjektif danger akibat kurangnya pengalaman dan pengetahuan dikalangan staf kolat menjadi hal umum.
  4. Munculnya ketakutan dikalangan anggota Pecinta alam untuk dikriminalisasi. Sebuah idiom, ketua suku, danlat, kolat, panitia, saat melakukan proses diklatdas, tak ubahnya sudah meletakan sebelah kaki dalam penjara. Hanya tinggal menunggu sebuah force mayeur, dan kedua kaki dipenjara sepenuhnya. Program regenerasi yang seharusnya bersifat alamiah, layaknya hantu menakutkan. Masuk penjara menjadi sebuah antrian tak kasat mata. Menunggu sebuah kesialan ditengah perjalanan, lalu masa depan menutup cepat. Hal itu bisa terjadi pada siapa saja.
  5. Munculnya anggapan bahwa berkegiatan di alam bebas itu mudah. Pengembaraan yang sesungguhnya penuh dengan bahaya dan resiko, hanya ditampilkan layaknya mendirikan tenda, dan sejumlah orang bermain gitar dan bernyanyi tepat didepan api unggun menyala. Semua barang memakai merk ternama, seolah dengan memiliki barang berkualitas, maka otomatis si pengguna juga memahami ilmunya. Klop antara suplier dan konsumen, yang memunculkan anggapan, bahwa mengikuti program diklatdas hanya buang buang waktu saja.
  6. Dll, masih ada sekian banyak lagi.

OPPORTUNITIES :

  1. Bidang pendidikan, untuk membangun karakter melalui pendidikan di alam terbuka, dengan metoda partisi patorik. Hal yang justru sangat berkesesuaian dengan tujuan sistem pendidikan itu sendiri.
  2. Bidang pariwisata, untuk membangun sistem jaringan sektoral regional, yang menguasai informasi serta aksesibilitas pada penduduk setempat, sehingga kaum kapitalis tak semudah itu melakukan konsesi ke wilayahan pada sektor wisata alam, yang justru menjadi pusat kekayaan alam negeri ini.
  3. Bidang bela negara, yaitu pendidikan cinta tanah air yang sesungguhnya. Dengan memasuki setiap jengkal belantaranya, sehingga respek, apresiasi dan kecintaan terhadap tanah-air, akan menjadi hal yang menjadi keniscayaan. Bahkan negara tak usah mengeluarkan uang untuk pendidikan maha penting ini.
  4. Bidang kebencanaan, yaitu menjadi garda terdepan terhadap seluruh missi kemanusiaan. Disemua tempat di negeri ini, dengan kesiapan dan set-up time, yang cepat. Dilengkapi oleh tingkat kualifikasi dan kompetensi personal anggotanya.
  5. Bidang konservasi, seraya menjadi penjaga dan pemelihara alam serta lingkungan. Yang sepenuhnya yakin, bahwa tidak akan pernah ada pembangunan yang berkelanjutan / sustainable, jika lingkungan dan bentang alam tidak dijaga.
  6. Dan masih banyak lagi.

Gladian ...

Adalah tempat berkumpul kita semua. Gladian adalah milik kita bersama, bukan milik sebuah organisasi, apalagi hanya pribadi-pribadi. Dari seluruh pelosok kita berkumpul untuk bersilaturahim seraya membicarakan hal-hal urgen dan mendesak demi kepentingan dan eksistensi bersama.

Gladian yang hanya bicara sebatas kemampuan teknis, seperti berkumpulnya para calon anggota pada masa pembinaan, atau anggota muda yang baru saja lulus mendapatkan no registrasi organisasi. Yang harus datang jauh jauh, padahal bisa di solusi ditingkat lokal dengan lebih efektif, efisien.

Gladian yang hanya bicara tentang koordinasi dengan pihak pemegang otoritas dan kepentingan tertentu, hanya akan membuat kita menjadi sekedar relawan dengan huruf “r” kecil saja. Mendapatkan tanggung jawab dan resiko terbesar, sementara jaminan keselamatan, harus ditanggung sendiri.

Sudah saatnya Gladian berbicara tentang hal hal yang lebih strategis.

Bukti bahwa output nya sudah mencapai angka 1 juta orang. Bukti bahwa proses pendidikannya sudah dilakukan 100 ribu kali. Persoalannya adalah bagaimana semua bukti ini kita bawa pada para pengambil keputusan di pusat kekuasaan. Agar eksistensi kita bersama dapat lebih terjaga, agar minat dan bakat para generasi muda bangsa ini dapat tersalurkan, dengan jaminan rasa aman, dan tidak mudah dikriminalisasikan.

Sudah saatnya Gladian berbicara tentang komite nasional. Tentang bentuk forum komunikasi yang bersifat kesetaraan diantara kita semua.

Gladian ke IV th 1974 di Makassar, menjadi bukti, bahwa para pendahulu kita mampu berfikir strategis.

Gladian tahun ini di Makasar, atau 50 tahun sesudahnya, mestinya kita juga mampu berfikir lebih strategis lagi, dan bukan kembali mengurusi segala macam tetek bengek persoalan teknis belaka. Karena hal itu bisa menjadi sebuah set-back.

Dengan tetap tidak meninggalkan rasa respek dan hormat, serta penghargaan yang se tinggi-tingginya, bagi para pelaksana Gladian, yang sudah memeras segenap tenaga, daya, dana serta pikiran, demi kepentingan kita bersama, saya hanya mengusulkan ...

Bahwa tak ada salahnya mengurusi teknis,

Tak keliru pula membicarakan hal taktis koordinatif.

Namun kesalahan terbesar

justru jika kita lupa mengurusi persoalan yang paling strategis

yaitu bagaimana caranya untuk tetap bisa :

Meng KONSERVASI para KONSERVATOR

Yat Lessie

Senin, 29 April 2024

PERCAYALAH KAMI TIDAK SEPERTI YANG DISANGKAKAN (Yat Lessie JB)

SWA GRIPPA Adalah Organisasi Pencinta Alam Yg. Mempunyai Jiwa Kemandirian Dan Peduli Terhadap Sosial Kemasyarakatan Juga Lingkungan

 


#khususbagimerekayangtengahdidakwadandipersekusi

Saat ini …

Mungkin ada beberapa rekan kita yang tengah mengalami depresi. Mungkin karena di bulli, di persekusi, bahkan di dakwa atas penganiayaan pada para siswa diklatdas. Disana ada jejeran persecutor, ada jaksa, ada hakim, ada pemegang otoritas, bahkan kelompok masyarakat , dll., yang telunjuknya mengacung, disertai kalimat penuh dakwaan dan kebencian.

Sebuah anggapan bahkan tuduhan, bahwa konon pecinta alam, adalah kelompok brutal, penuh dengan penyiksaan dan kekejaman pada para calon siswanya. Sehingga menimbulkan korban serta musibah yang tak diharapkan.

Mudah-mudahan saja, tulisan repost ini dibaca oleh mereka, para penuntut dan pendakwa, demikian pula oleh para siswa dan orang-orang tuanya. Bahwa kelompok Pecinta alam, jauh dari apa apa yang disangkakan selama ini. Jika saja mereka mampu menyelami situasi psikologis batiniah para instruktur, seperti yang digambarkan dalam tulisan ini. Maka diharapkan memunculkan pengertian dan pemahaman baru tentang kami.

Saya bukan siapa siapa,

dan juga bukan apa apa. Hanya seorang lelaki biasa, yang selama 53 tahun berkecimpung di dunia pegiat alam bebas. Sejak di SMA kelas 2, di umur 17 thn, tepat di tahun 1971, memutuskan untuk memasuki kelompok pendaki gunung di Cimahi.

Tidak mudah untuk menjadi anggota kelompok Pecinta alam pendaki gunung saat itu. Umur organisasi yang baru genap 2 th ( berdiri sejak th 1969 ), belum ada yg cukup mampu untuk dijadikan instruktur beneran, sehingga kami melirik pada RPKAD ( sekarang Kopassus) grup 3 di Batujajar, untuk melatih kami. Jadilah saya dan teman2 seangkatan dilatih tentara elit itu, di tebing tebing citatah, hutan gn Burangrang, sampai ke barak situ lembang. Gunung hutan selama 2 minggu penuh, dan 5 hari terahir melakukan longmarch dalam kondisi survival dinamis sepenuhnya.

Saat itu sudah berlalu, seiring waktu angkatan kami semakin dewasa dalam jam terbang. Gantian tugas sebagai instruktur dalam pendidikan dan pelatihan dasar ( Diklatdas ) menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Siswa siswi baru bergantian datang angkatan demi angkatan. Sebagai anggota muda di awal, dan merekapun berproses menjadi dewasa dalam pengembaraan maupun operasi-operasi SAR yang kami lakukan.

Sejak awal, perintah komando kami bukan lagi jenis kalimat perintah seperti “tuan tuan push up 2 seri” (1 seri 10 kali), tapi “tuan-tuan ikuti saya !”, instruktur mengambil posisi lalu push-up 20 kali bersama sama dengan siswa. Begitu pula saat senam para, tangan kesamping lalu kipas-kipaskan spt sayap burung keatas kebawah sebanyak 1000 kali. Senam kipam didalam air selama 30 menit, merayap, lari pagi, apapun, kata komandonya sama “tuan-tuan ikuti saya !”.

Artinya bukan hanya siswa, namun instruktur lah yg harus selalu memberi contoh dan keteladanan. Saat siswa terlambat masuk kelas, instruktur bersama siswa yg telat push up 20 kali. Jika kemudian muncul lagi siswa lain yg telat, sama dihukum bersama push up 20 kali, jika muncul yg ketiga keempat, dst. Setiap siswa yg telat hanya push up 20 kali, namun instruktur bisa push up 40 sampai 100 kali membarengi mereka.

Ketika kami melatih free-climbing di tebing 48 m di citatah. Di jaman itu artificial climbing belum populer karena terbatasnya sarana. Para siswa bergelayutan di tebing, semua tegang berdebar, namun yg paling tegang justru sang instruktur. Pernah pada sebuah angkatan, saat siswa masih di tebing, hujan tiba tiba turun, bersukur tak terjadi kecelakaan apapun. Saat latihan ini selesai wajah yang paling lega adalah sang instruktur.

Para siswa lulus dari pendidikan dasar, dan dilanjutkan pada tugas pengembaraan, untuk mendapatkan nomor induk anggota. Mereka dilepas dari sekretariat untuk memulai perjalanan yang telah dirancang jadwalnya. Hari demi hari menunggu berita dari para junior ini. Apakah mereka selamat ?, apakah mereka menghadapi hambatan diperjalanan ?, apakah mereka tersesat saat pulang atau turun gunung ?. Waktu itu komunikasi belum seperti sekarang, bahkan telp rumah pun masih merupakan kemewahan. Maka penantian itu betul betul menguras mental dan emosi.

Sering sekelebat muncul pikiran buruk, jangan jangan para junior ini tersesat di perjalanan dan masuk ke lembah. Lalu kehabisan makanan, sehingga terpaksa survival. Namun jika mereka dalam kondisi basah, maka dengan mudah hipotermia menyergap mereka. Jika gigilan mereka hilang, lalu tertidur…. Habislah sudah, mereka akan kembali terbungkus dalam kantung-kantung mayat.

Jika situasi yang terburuk itu terjadi, kalimat tanya yang pertama kali keluar adalah “ apakah aku telah cukup melatih dan mendidik mereka ?”. Pertanyaan yang terus menerus menggedor di kepala, bertalu talu menyakitkan. Pernahkah rasa kasihanku saat latihan membuat mereka lalai dalam belajar dan berlatih ?. Apakah metodaku terlampau lembek, sehingga mereka menganggap enteng pelajaran tentang cara bertahan hidup ?. Jika “ya” lalu bagaimana pertanggung-jawabanku dalam pengadilan di akhirat kelak ?.

Mereka bisa terbunuh di alam sana, bukan karena kesalahan mereka, tapi akibat rasa “kasihan”. Rasa kasihan sang instruktur yang tidak proporsionalah pembunuhnya. Menolak berkeringat saat berlatih, namun menyebabkan berdarah-darah dalam pengembaraan sebenarnya. Apalagi berujung pada tragedi kematian. Memang kematian merupakan takdir Illahiah, Namun tanyalah pada setiap instruktur, sebuah pertanyaan yang paling esensiel, bagaimana jika ada junior yang mati saat pengembaraan, hanya karena mereka tidak cukup keras dalam berlatih ?. Hanya karena sang instruktur takut di cap melakukan “penganiayaan” pada siswa. Padahal tahu persis bahaya dan resiko yang akan dihadapi sang junior, saat melakukan pengembaraan pertama dan pengembaraan-pengembaraan berikutnya di alam bebas.

Ketika para junior kembali dari pengembaraan, saat sidang usai dilakukan, saat syal dan nomor induk anggota diberikan. Mata junior dan sang instruktur berkaca kaca, seraya berpelukan dalam tangis bahagia. Selamat datang adik-adikku. Sang Junior paham, “penganiayaan” yang dialaminya dulu, membuat mereka menjadi tangguh dan siaga. Membuat mereka paham, bahwa berkeringat bahkan kadang berdarah-darah saat menjadi siswa, menjadi bekal berguna ketika berhadapan dengan tantangan alam yang sesungguhnya. Bahwa kerasnya hardikan, kerasnya tamparan, ribuan push up, sit up, squat jump, merupakan bukti “kasih”, agar dalam setiap pengembaraan, mereka masih mampu kembali pulang ke keluarganya masing.

….. Agar mereka pulang tidak dalam bungkusan kantung mayat..!!!.

Para Junior perlahan tumbuh, berganti menjadi senior dan instruktur instruktur baru untuk angkatan adik adik mereka. Perasaan ketegangan, kegalauan yang pernah dirasakan oleh para senior dulu, kini juga mereka rasakan. Betapa berat memikul arti “pertanggung-jawaban”.

Lantas kesadaran itu muncul. Dulu mereka berfikir betapa sulitnya untuk menjadi junior, yang habis disuruh suruh dan di bentak bentak. Namun mereka kini maphum, betapa lebih tidak mudah menjadi seorang senior dan instruktur. Hanya karena seorang instruktur harus mempertanggung-jawabkan semuanya di yaumil akhir, tepat didepan sang Khalik kelak. Apakah yang diajarkannya pada para siswa, akan membawa berkah manfaat atau bahkan sebuah musibah ?.

Sebuah musibah, hanya karena sang instruktur mengumbar rasa kasihan yang tidak pada tempatnya, sehingga berujung pada kedukaan …..

Dan juga mudah mudahan

bukan ketika para instruktur mulai melupakan,

bahwa perintah komando yang paling mujarab adalah

…. TUAN TUAN , IKUTI SAYA …..!

Yat lessie

#khususbagimerekayangtengahdidakwadandipersekusi



Minggu, 02 Juni 2013

Pengertian dan Sejarah Penelusuran Gua 'Caving'


Pengertian dan Sejarah Penelusuran Gua 'Caving' yakni Caving berasal dari kata Cave= Gua. Sedangkan orang yang menelusuri gua disebut caver. Jadi caving bisa diartikan sebagai kegiatan penelusuran gua yang mana merupakan salan satu bentuk kegiatan dari Speleologi. Sedangkan Speleologi secara morfologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu : Spalion = Gua dan Logos = ilmu. Jadi, secara harfiah Speleologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang gua, tetapi karena perkembangan speleologi itu sendiri, spleologi juga mempelajari tentang lingkungan disekitar gua. 

Ada Beberapa Pengertian Penelusuran Gua "Caving' menurut para ahli Penemu mamupun para Caver, yakni :
  1. Menurut IUS (International Union of Speleology) anggota komisi X UNESCO PBB : “Gua adalah setiap ruang bawah tanah yang dapat dimasuki orang”.
  2. Menurut R.K.T.ko (Speleologiawan) : “Setiap ruang bawah tanah baik terang maupun gelap, luas maupun sempit, yang terbentuk melalui system percelahan, rekahan atau aliran sungai yang membentuk suatu lintasan aliran sungai dibawah tanah.”
Adapun Sejarah Penelusuran Gua 'Caving', yang dimulai dari tahun ke tahun, yakni :
  1. Penelusuran Gua dimulai oleh John Beaumont, ahli bedah dari Somerset, England (1674) ia seorang ahli tambang dan geologi amatir.
  2. Orang yang paling berjasa mendeskripsikan gua-gua antara tahun 1670-1680 adalah Baron Johann Valsavor dari Slovenia. Ia mengunjungi 70 goa, membuat peta, sketsa dan melahirkan buku setebal 2800 halaman.
  3. Joseph Nagel, pada tahun 1747 berhasil memetakan system perguaan di kerajaan Astro-Hongaria.
  4. Stephen Bishop, pemandu wisata gua yang paling berjasa dan membawa gua Mammoth diterima UNICEF sebagai warisan dunia.

Etika, Moral dan Kewajiban Penelusuran Goa

Etika, Moral dan Kewajiban Penelusuran Goa tentunya hal yang sangt penting diketahui terlebihi dahulu oleh para Penelusur Goa. Mengapa hal tersebut dianjurkan dan sangat diutamakan, disebabkan banyaknya hal-hal yang belum diketahui dalam Kegiatan Caving ini. Apalagi bagi para penelusur Goa yang baru mengenal situasi saat Caving.
Ada beberpa hal yang perlu di tinjau dan diperhatikan dalam Etika, Moral dan Kewajiban Penelusuran Goa sebelum melakukan Caving, Ddisetiapa kegiatan Penelusuran Goa, dimanapun, Kapanpun dan siapapun itu, Yakni :
 
  1. Kode etik penelusur goa  dibuat karena goa merupakan lingkungan yang sangat sensitif dan mudah tercemar. Kode etik ini antara lain : 
  • TAKE NOTHING BUT PICTURE (Jangan Mengambil Apapun Kecuali Gambar)
  • LEAVE NOTHING BUT FOOTPRINT ( Jangan Meninggalkan Sesuatu Kecuali Jejak) 
  • KILL NOTHING BUT TIME ( Jangan Membunuh/Memotong Sesuatu Kecuali Waktu) 
  • CAVE SOFTLY
  1. Setiap penelusur  gua sadar bahwa setiap bentukan alam di dalam goa dibentuk dalam kurun waktu ribuan tahun.
  2. Setiap menelusuri gua dan menelitinya dilakukan oleh penelusur gua dengan penuh respek tanpa mengganggu dan mengusir kehidupan biota di dalam gua.
  3. Setiap penelusur menyadari bahwa kegiatan speleologi dari segi olah raga maupun ilmiah bukan merupakan usaha yang perlu dipertontonkan dan tidak butuh penonton.
  4. Para penelusur tidak memandang rendah diantara sesama penelusur, begitu juga sebaliknya penelusur akan dianggap melanggar etika apabila memaksakan kehendaknya padahal persiapan kurang.
  5. Respek terhadap sesama penelusur gua ditunjukkan dengan cara 
  • Tidak menggunakan bahan / peralatan, yang ditinggalkan rombongan lain, tanpa izin mereka.
  • Tidak membahayakan lainnya, seperti melempar suatu benda ke dalam goa bila ada orang di dalam gua.
  • Tidak menghasut penduduk untuk menghalangi rombongan penelusur
  • Jangan melakukan penelitian yang sama, apabila diketahui ada rombongan lain melakukan penelitian yang sama tapi belum dipublikasikan.
  • Jangan menganggap anda penemu sesuatu apabila anda belum melakukan mencari informasi.
  • Setiap usaha penelusuran merupakan usaha bersama. (jangan menonjolkan kemampuan pribadi dan ingat bahwa penelusur adalah tim) 
  • Jangan menjelekkan nama sesama penelusur.
  1. Kewajiban penelusur goa 
  • Menjaga lingkungan baik kebersihan, kelestariannya, dan kemurniannya.
  • Konservasi lingkungan gua merupakan tujuan utama penelusur goa. 
  • Wajib memberi pertolongan kepada penelusur lain apabila membutuhkan pertolongan sesuai dengan kemampuan. 
  • Menjaga sopan santun dengan penduduk sekitar. 
  •  Izin resmi
Wajib memberitahukan kondisi berbahaya pada penelusur lain tentang kondisi sekitar lingkungan goa atau di dalam goa.



              Lert Grippa 027




Pengenalan Navigasi


Navigasi Darat 

Navigasi Darat adalah ilmu yang mempelajari cara seseorang menentukan suatu tempat dan memberikan bayangan medan, baik keadaan permukaan serta bentang alam dari bumi dengan bantuan minimal peta dan kompas. 

Pekerjaan Navigasi Darat di lapangan secara mendasar adalah titik awal perjalanan (intersection dan resection), tanda medan, arah kompas, menaksir jarak, orientasi medan dan resection, perubahan kondisi medan dan mengetahui ketinggian suatu tempat. 



Persiapan 
Persiapan yang harus dilakukan dalam proses Pengaplikasian Navigasi Darat, Yakni Sebagai Berikut :
Peralatan Navigasi Darat, terdiri dari: 
1.    Kompas adalah alat untuk menentukan arah mata angin berdasarkan sifat magnetik kutub bumi. Arah mata angin utama yang bisa ditentukan adalah :
  • N (north = utara), 
  • S (south = selatan), 
  • E (east = timur) dan 
  • W (west = barat),
Arah mata angin lainnya yaitu :
  • NE (north east = timur laut), 
  • SE (south east = Tenggara), 
  • SW (south west = barat daya) dan ' 
  • NW (north west = barat laut). 


Peta adalah gambaran sebagian/seluruh permukaan bumi dalam bentuk dua dimensi dengan perbandiangan skala tertentu. Jenis-jenis peta terdiri dari peta teknis, peta topografi dan peta ikhtisat/geografi/wilayah. Bagian-bagian peta antara lain judul, nomor, koordinat, skala, kontur, tahun pembuatan, legenda, dan deklinasi magnetis. - GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio-navigasi global yang terdiri dari beberapa satelit dan stasiun bumi. Fungsinya adalah menentukan lokasi, navigasi (menentukan satu lokasi menuju lokasi lain), tracking (memonitor pergerakan seseorang/benda), membuat peta di seluruh permukaan bumi, dan menetukan waktu yang tepat di tempat manapun.
  • Menentukan arah tanpa alat navigasi Selain mengguanakan alat-alat navigasi, kita juga dapat menggunakan arah mata angin dengan tanda-tanda alam dan buatan, yaitu: - tanda-tanda alam yaitu matahari, bulan dan rasi bintang - tanda-tanda buatan yaitu masjid, kuburan dan kompas sendiri dari jarum/silet yang bermagnet dan diletakkan di atas permukaan air - flora-fauna: tajuk pohon yang lebih lebat biasanya berada di sebelah barat lumut-lumutan Parmelia sp. dan Politrichum sp. biasanya hidup lebih baik (lebat) pada bagian barat pohon tumbuhan pandan hutan biasanya cenderung condong ke arah timur sarang semut/serangga biasanya terletak di sebelah barat pepohonan 

  • Mecegah dan menanggulangi keadaan tersesat Tersesat adalah hilangnya orientasi, tidak dapat mengetahui posisi yang sebenarnya dan arah yang akan dituju. Hal tersebut biasanya karena berjalan pada malam hari, tidak cukup sering menggunakan peta dan kompas dalam perjalanannya, tidak tahu titik awal pemberangkatan di peta dan melakukan potong kompas. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mencegah tersesat antara lain: 
  1. Selalu melapor kepada petugas terkait atau orang yang dipercaya mengenai tujuan perjalanan, lamanya dan jumlah anggota yang ikut 
  2. Selalu mengingat keadaan sekitar perjalanan berdasarkan kelima indera yang dimiliki  
  3. Tetaplah berada pada jalur yang telah ada dengan memberi petunjuk pada tiap persimpangan perhatikan obyek yang mencolok seperti mata air, bukit, sungai atau gunung   
  4. Pada saat berjalan sekali-kali tengoklah ke arah belakang, ingatlah jalur tersebut jika dilihat dari arah berlawanan   
  5. Pelajari dengan benar alat-alat navigasi yang dibawa
  6. Gunakanlah kompas sebelum tersesat 
  7. Belajarlah membaca tanda-tanda alam untuk menentukan arah mata angina
  8. Jangan pernah percaya secara penuh kepada orang lain termasuk kepada pemimpin.

Pedoman yang bisa digunakan dalam Navigasi Darat apabila tersesat dengan istilah  :
S   T   O   P
Istilah STOP dapat kami artikan : 
  • S = Seating, berhenti dan beristirahat dengan santai, hilangkan kepanikan
  • T = Thinking,berpikir secara jernih (logis) dalam situasi yang sedang dihadapi 
  • O = Observaton, melakukan pengamatan/observasi medan di lokasi sekitar, kemudian tentukan arah dan tanda-tanda alam yang dapat dimanfaatkan atau yang harus dihindari
  • P = Planning, buat rencana dan pikirkan konsekuensinya bila anda sudah memutuskan sesuatu yang akan anda lakukan. 
  1. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi keadaan tersesat dalam Navigasi Darat adalah:
  2. Membuat tempat berlindung (shelter) dari bahaya atau cuaca buruk 
  3. Tetap tenang, tidak panik, berpikir jernih dan mencoba ingat jalur perjalanan 
  4. Orientasi dapat dipermudah dengan menuju tempat yang tinggi/memanjat pohon
  5. Gunakan kompas dan peta (alat navigasi) atau indikator alam
  6. Buat petunjuk untuk mempermudah orang lain mencari keberadaan kita, misalnya dengan tulisan, peluit, asap, sinar atau berteriak 
  7. Tetap bersama-sama dengan kelompok dalam kondisi apapun 
Memanfaatkan situasi dengan menunggu bala bantuan, mencari makanan, mencari air dan lainnya
Kompas 'Navigasi Darat'








Kompas adalah alat penunjuk arah. Kompas sendiri sudah dikenal sejak 900 tahun yang lalu terbukti dengan diketemukannya kompas kuno yang dipakai pejuang China sekitar tahun 1100 M. Karena sifat kemagnetannya maka jarum kompas selalu menunjukkan arah utara dan selatan (jika tidak dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya magnet lainnya selain magnet bumi).

Arah yang ditunjuk oleh jarum Kompas adalah kutub utara magnetis bumi yang letaknya tidak bertepatan dengan kutub utara bumi, kira-kira disebelah utara Kanada, di jazirah Boothia sekitar 1400 mil atau sekitar 2250 km. Tapi untuk keperluan praktis, utara peta, utara sebenarnya dan utara kompas/magnetis dianggap sama.

Menurut kegunaan dan fungsinya Kompas dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
  1. Kompas Orientasi, yaitu jenis kompas yang digunakan untuk orientasi dalam suatu perjalanan (orientering). Contohnya kompas silva. 
  2. Kompas Bidik, yaitu kompas yang digunakan untuk membidik objek serta arah yang akan kita lalui. Contohnya Kompas Prisma
Kompas Geologi, yaitu kompas yang digunakan untuk menentukan arah serta kemiringan dalam pekerjaan geologi. 
Bagian – bagian Kompas antara lain :

  1.  Badan/Body kompas yaitu tempat melekatnya komponen-komponen kompas. 
  2. Jarum Kompas yang selalu menunjuk arah utara-selatan pada posisi bagaimanapun (dengan syarat tidak dipengaruhi oleh medan magnet lain dan jarum tidak terhambat perputarannya.).
  3. Skala kompas, menunjukkan pembagian derajat sistem mata angin. 
Cara Penggunaan Kompas : Penggunaan kompas pada prinsipnya yang paling penting diperhatikan adalah kompas harus horozontal, maka pembacaan skala peta melalui garis fisir, sedangkan pada kompas orienteering (misal kompas silva) yang paling penting diperhatikan adalah Utara Kompas harus sejajar dengan Utara peta.

Faktor kesalahan pada sudut bacaan Kompas Penyebab dari kesalahan ini antara lain :
  1. Karena benturan dengan benda keras. 
  2. Cairan yang terdapat dalam tabung kompas membeku (pengaruh waktau atau cuaca), sehingga jarum atau piringan kompas tidak bergerak bebas. 
  3. Ada kesalahan indeks yaitu penunjuk indeks skala bacaan kompas tidak segaris lurus dengan garis penunjuk arah bacaan. 
  4. Garis penunjuk arah bacaan tidak segaris lurus dengan pisir/garis rambut pembidik objek. 
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian Kompas yaitu :
  1. Jauhkanlah dari benda-benda yang mengandung unsur logam seperti golo/parang, pisau, gunting, victorinoks, dll
  2. Jauhkan dari benda-benda elektronik seperti : TV, jam tangan, walkman, dll. 
  3. Sesama kompas dilarang saling berdekatan 
Teknik Pengunaan Kompas
Sebelum masuk pada teknik peta kompas yang perlu duketahui adalah Azimuth dan Back azimuth. Azimuth adalah sudut antara sasaran terhadap kutub magnetik bumi (sudut kompas) sedangkaBack Azimuth adalh kebalikan dari Azimuth.


Cara praktisnya sebagai berikut : Jika Azimuth < 180° maka Back Azimuthnya = Azimuth + 180° Jika Azimuth >180° maka Back Azimuthnya = Azimuth - 180° Untuk mempermudah melihat sudut pada peta dapat menggunakan protaktor (busur derajat) Contoh protaktor (persegi).















                Lert Grippa 027